Peluang Bisnis Industri Start-up Fintech Yang Menjanjikan

Ibarat pepatah tak ada rotan akar pun jadi, pengembangan industri start up khususnya fintech masih terbuka lebar. Tidak harus menjadi penjual dan penyedia produk, tapi menjadi perantara dan pendukung pun bisa menjadi ladang bisnis.

Bisnis perusahaan rintisan di bidang teknologi informasi yang terhubung dengan industri keuangan atau sering disebut financial technology (fintech) terus berkembang bak jamur di musim penghujan. Ke depan bisnis dengan wadah fintech ini bakal makin berkembang pesat setelah ada kepastian landasan hukumnya.

Salah satu landasan hukum bisnis yang tengah dinanti oleh pelaku industri ini adalah aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saat ini OJK telah memaparkan beberapa rencana aturan agar bisa menampung sekaligus membuat aturan main yang fair di industri ini. Artinya tidak memakan ceruk bisnis industri keuangan konvensional tapi tak memblokir industri dengan berbasis teknologi.

Peluang Bisnis Industri Start-up Fintech Yang Menjanjikan

Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan dalam aturan yang sedang disusun tersebut, OJK setidaknya akan mengatur lima hal, di antaranya :

  1. Meluncurkan Fintech Innovation Hub sebagai sentra pengembangan dan menjadi one stop contact industri fintech tingkat nasional untuk berhubungan dan bekerja sama dengan institusi dan lembaga yang menjadi pendukung ekosistem keuangan digital.
  2. Menindaklanjuti perjanjian bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi, OJK menyiapkan Certificate Authority (CA) di sektor jasa keuangan. CA sebagai penerbit sertifikat suatu tanda tangan digital pelaku jasa keuangan. Tujuannya agar bisa menjamin bahwa suatu transaksi elektronik yang ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum sesuai ketentuan yang ada di Indonesia.
  3. Penerbitan Sandbox Regulatory untuk fintech. Peraturan ini mengatur hal-hal yang minimal agar tumbuh kembang fintech memiliki landasan hukum untuk menarik investasi, efisiensi, melindungi kepentingan konsumen dan tumbuh berkelanjutan.
  4. Kajian mengenai implementasi standar informasi dalam pengelolaan industri fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di Industri jasa keuangan.
  5. Kajian tingkat kerentanan Vulnerability Assesment (VA) yang tersentralisasi di industri jasa keuangan. Ini bertujuan untuk memastikan postur serta kesiapan penanganan keamanan informasi guna menekan risiko serta ancaman keamanan informasi di industri fintech.

Dengan makin banyaknya pemain di industri ini, para pemainnya pun sepakat mendirikan Asosiasi Fintech Indonesia sejak September 2015. Para pengurusnya pun dari berbagai kalangan. Dewan Penasihat dijabat oleh M. Chatib Basri, Mantan Menteri Keuangan, Budi Gunadi Sadikin, Mantan Dirut Bank Mandiri, da nada Armand Wahyudi Hartono, Direktur BCA.

Sedangkan ketuanya dipegang oleh Niki Santo Luhur, Founder Kartuku, dan sekjennya dijabat oleh Karaniya Dharmasaputra, dari Bareksa. Karaniya menyebut saat ini sudah ada 35 perusahaan fintech yang bergabung yang 11 di antaranya merupakan milik dari perusahaan konvensional seperti BCA dan BTPN.

Karaniya bilang asosiasi berperan membantu pemerintah membangun ekosistem industri fintech ini. Asosiasi juga memberi mauskan soal regulasi industri ini yang sedang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang rencananya akan dikeluarkan pada Desember 2016 mendatang.

Industri Start-up Fintech Terus Tumbuh

Industri start-up fintech ini diprediksi bakal terus mekar tahun depan, meskipun tingkat pertumbuhanya tak akan sebesar start-up berbasi perdagangan daring atau lebih dikenal dengan e-commerce. Mekarnya industri ini tak luput dari makin menumpukya pemodal yang gemar menyuntik usaha rintisan ini.

Donald Wihardja, Wakil Ketua II Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) menilai, pendanaan bisnis start-up ini makin ramai lantaran banyak konglomerat yang rela menyisihkan dana mereka untuk menopang mengembangkan usaha rintisan ini. Meskipun kita tahu pendanaan rintisan ini belum tentu mampu memberikan imbal hasil yang pasti. Adapun pendanaan yang jumlahnya berlimpah ini masih terbatas nilai pendanaannya.

Dalam perkiraan Donald, dana yang disediakan oleh pemodal di dalam negeri nilainya maksimal sebesar US$ 5 juta atau setara dengan Rp 65,5 miliar. Adapun untuk pendanaan yang nilainya di atas US$ 5 juta pemilik start-up harus mencari pendanaan dari luar negeri.

Selain itu, ia mengingatkan start-up yang dilirik oleh ventura capital (VC) tingkat global kebanyakan mereka yang berasal dari Amerika Serikat khususnya Silicon Valley. Karena itu Donald berpendapat ada peluang bagi VC lokal agar berani menggarap pendanaan untuk start-up lokal yang nilainya di atas US$ 5 juta.

Tapi dari sisi pemilik dana ia melihat, prospek pendanaan yang moncer saat ini masih e-commerce. Sedangkan pendanaan fintech masih terbatas.

Minat mendanai fintech masih kecil lantaran industri ini masih awal. Pun demikian ia menilai hal ini bisa menjadi kesempatan bagus untuk masuk fintech ini.

Adapun fintech bagys karena uangnya banyak maksudnya kalau untuk mendapatkan traksi besar dan bisa memutar uang, sehingga cepat besar.

Teguh Ariwibowo, pendiri PT Bersama Pinjam Indonesia yang juga start-up pinjam.co.id menyebut fintech didirikan untuk memecahkan masalah dari masyarakat dengan inovasi teknologi, terutama pada peningkatan jumlah pasar. Maklum masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terjangkau produk keuangan seperti untuk investasi bukan sekadar pinjaman.

Tidak hanya jumlah fintech yang semakin banyak, para pemain industri fintech ini pun sudah ada yang melakukan kolaborasi. Misalnya Bareksa yang menjual produk reksadana menggandeng Doku yang merupakan perusahaan penyedia layanan pembayaran elektronik.

Bagi Donald, kerjasama antar start-up bisa menjadi peluang baru. Misalnya e-commerce. Jadi peluang start-up mana yang ingin Anda kembangkan tahun depan?

Baca juga:

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.