Latar belakang seseorang bukanlah faktor penentu dari kesuksesan seseorang, bukan pendidikan, gender, suku, budaya, ras mapun agama tertentu yang akan menjadikan seseorang sukses dalam kehidupannya. Tetapi impian besar yang terus dihidupkan dan dijalankan dengan keyakinan kuat serta diiringi dengan tindakan yang pantang menyerah dan mau terus belajar dari yang terbaik dan diakhiri dengan doa, yang akan menentukan keberhasilan seseorang untuk meraih apapun yang menjadi impiannya.
Kesuksesan itu memiliki pola, kesuksesan itu bukanlah kecelakaan dan kesuksesan itu dapat diprediksi dan berita baiknya kesuksesan itu dapat dipelajari oleh setiap orang yang ingin mencapainya. Anda hanya tinggal mengikuti jejak orang sukses, maka kesuksesan pasti akan anda dapatkan.
Kisah Kesuksesan Mas Jono
Begitu juga kisah sukses seorang anak muda yang mantan seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bernama Jono. Anak desa yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah. Orangtuanya adalah seorang buruh tani, pemuda yang hanya tamatan SMK jurusan mesin produksi ini sudah berdagang koran dan asongan di terminal bis dan stasiun kereta api sejak kelas 3 SMP hingga 2 SMK. Berjualan bukanlah cita-citanya sejak kecil, karena keadaanlah yang memaksanya jualan koran setiap hari dan asongan pada hari libur.
Karena merasa pendapatannya kurang ketika menjadi penjual koran dan berdagang asongan, pada saat berumur 16 tahun Jono mencoba melamar pekerjaan dan diterima bekerja sebagai pramusaji di tempat bisnis hiburan (karaoke-diskotik-billiard), tetapi disana ia hanya bertahan selama 7 bulan karena Jono mengalami kelelahan ketika bekerja, hal ini disebabkan pada pagi hari Jono pergi ke sekolah hingga siang hari, dan sore hari bekerja di tempat hiburan hingga pukul 2 pagi. Jono terpaksa kembali bekerja sebagai penjual koran dan asongan.
Pada tahun 1997 setelah lulus sekolah dan memiliki ijasah SMK, Jono muda memberanikan diri untuk mengadu peruntungan dan memutuskan hijrah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan di Ibu Kota. Berbekal uang seadanya dan dengan berat hati ia meninggalkan orangtua, saudara dan kampung halamannya. Beruntung, karena referensi teman sekampung yang sudah lebih dulu ke Jakarta, Jono dapat pekerjaan dengan cepat dan bekerja pada sebuah proyek menjadi kuli bangunan dengan upah Rp 8000/hari.
Bekerja sebagai kuli bangunan hanya bertahan tiga bulan, karena proyek sudah selesai dan Jono kembali berusaha mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup di Jakarta. Seorang temannya kembali mereferensikan pekerjaan pada Jono untuk bekerja di sebuah restoran Mie Ayam di bilangan Jembatan Tiga, Jakarta Utara sebagai pramusaji dan merangkap koki. Ia bekerja selama dua tahun sebagai pramusaji dan sebagai koki di Restoran Mie Ayam.
Memasuki tahun ketiga, dengan bekal simpanannya sebesar Rp 1,5 juta hasil bekerja selama 2 tahun di restoran, Jono memberanikan diri untuk berhenti bekerja dari restoran dan memulai bisnis sendiri. Merasa sudah berpengalaman bekerja di bisnis kuliner dan merasa mampu, pada akhir tahun 1999 Jono memutuskan untuk mencoba memulai bisnis pertamanya dengan jualan Mie Ayam gerobak keliling di wilayah Bekasi. Tetapi ia kurang beruntung, kurang dari setahun bisnisnya tidak suskses dan mengalami bangkrut pada usaha pertamanya.
Langsung gagal di bisnis pertama, mengubah pikirannya untuk kembali mencari pekerjaan. Pada Pebruari tahun 2000 ia mendapat informasi dari teman dikampungnya tentang lowongan pekerjaan sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Jono segera pulang kampung memanfaatkan peluang kerja untuk mendaftarkan diri menjadi TKI. Dengan modal pinjaman uang dari tetangganya sebesar Rp 6,5 juta untuk keperluan menjadi TKI dan biaya hidup di Malaysia, Jono dapat diterima sebagai calon TKI dengan tujuan bekerja ke Malaysia.
Ketika bekerja di Malaysia, Jono kembali bekerja sebagai pekerja konstruksi bangunan selama 2 tahunan. Di Malaysia juga Jono bertemu jodohnya seorang wanita sesama pekerja dari Indonesia (TKW) dan melangsungkan pernikahannya di Indonesia pada tahun 2002. Dan setelah itu kembali lagi ke Malaysia, bekerja sebagai pramusaji sebuah restoran dan catering selama dua tahun.
Pada tahun 2004 Jono pulang ke tanah air Indonesia setelah bekerja selama 4 tahun di Malaysia. Dengan modal hasil menabung selama bekerja di Malaysia, ia memboyong keluarganya dari kampung menuju Jakarta dan memulai berbisnis kembali di Cengkareng, Jakarta Barat. Kali ini Jono mencoba bisnis minuman, seperti rumput laut, jus buah dan kopi dengan omset mulai dari Rp 40 ribu/hari hingga mencapai omset sekitar Rp 1 juta/hari pada tahun 2009, kala itu cukup lumayan dengan penghasilan sebesar itu.
Seperti petir di siang bolong, mendapat kabar bahwa kios tempat usaha minuman milik Jono yang sudah berusia 5 tahun dan penghasilan yang sudah cukup bagus tiba-tiba akan digusur oleh Pemda, karena berada di jalur hijau dan akan dibongkar paksa. Pasrah dengan keadaan yang terjadi, Jono memulai bisnis lagi dari nol, dengan tabungan terakhir sejumlah Rp 40 juta, dan mencari kios untuk tempat berdagang kembali.
Ada kios kosong di dekat rumah kontrakannya, pada tahun 2009 Jono membuka usaha bakso dan mie Ayam. Lagi-lagi kegagalan terjadi dalam bisnisnya dan bangkrut dalam waktu satu tahun, karena persaingan bisnis yang cukup ketat dan produknya yang belum teruji pasar. Tetapi Jono bukanlah orang yang mudah putus asa, semangat untuk bangkit dari kegagalan demi kegagalan tidak pernah membuatnya berhenti untuk mencoba dan mencoba lagi dengan strategi yang berbeda.
Belajar Dari Kegagalan Untuk Mencapai Kesuksesan
Dengan uang yang tersisa dan selama 6 bulan menganggur, Jono memanfaatkannya untuk belajar membuat bakso yang benar dan enak. Jono mulai membeli dari membaca buku-buku tentang cara membuat bakso hingga melihat praktek langsung dari temannya yang sudah sukses di bisnis bakso. Meskipun temannya agak kurang suka berbagi ilmu dengannya, mungkin karena ini adalah rahasia perusahaan dan ketakutan akan menjadi pesaing nantinya.
Jono tetap memaksakan dirinya untuk belajar pada temannya saat membuat bakso, dan mempraktekkan apa yang sudah dilihat dan dipelajari ketika di rumah. Dia mengikuti semua proses pembuatan bakso pada temannya, mulai dari belanja bahan-bahan membuat bakso dipasar, mengolah dan meracik bumbu-bumbu bakso hingga membuat dan membentuk bakso. Tetapi ia hanya dapat melihat saja, tidak diperkenankan untuk mempraktekkannya di tempat temannya tersebut.
Jono memulai lagi bisnis bakso dan mie ayam, meskipun uangnya sudah mulai menipis karena digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk modal membuka bisnis bakso dan mie ayamnya, ia menggadaikan motor satu-satunya dari hasil menjual minuman untuk modal usaha. Dalam hati Jono sudah berjanji, “Ini adalah usaha terakhir saya di Jakarta, jika usaha terakhir ini gagal maka saya sudah bertekad untuk pulang kampung memboyong keluarga ke Banyumas untuk bertani atau kerja di pasar,”
Bisnis bakso dan mie ayamnya kali ini sukses, berkat usaha serta doanya kepada Allah yang tidak pernah berhenti. Dengan modal bahan baku sebesar Rp 1 juta, Jono memperoleh omset sebesar Rp 1,5 juta pada hari pertama buka. Dia merasa senang, bisnisnya semakin hari semakin ramai dikunjungi oleh pelanggan. Omsetnya terus bertambah, dan ia sudah mempunyai beberapa karyawan untuk membantunya ketika berdagang.
Jono semakin sibuk setiap hari, mulai dari waktu subuh dia sudah berbelanja ke pasar, lalu mengolah bahan baku untuk dipersiapkan menjadi barang dagangan, Jono sudah seperti Superman yang mengatasi semua pekerjaan di bisnisnya. Terkadang saking sibuknya melayani pelanggan, hingga lalai dalam mendirikan sholat 5 waktu yang menjadi kewajiban setiap umat muslim. Kesibukan dan kerepotannya dalam berbisnis ini terus terjadi hingga ia bertemu dan berdiskusi dengan kenalannya yang juga seorang pebisnis dan pelatih pada bisnis ditahun 2010.
Mereka berdiskusi panjang lebar mengenai bisnis. Dari pertemuan yang tidak disengaja itu, Jono mulai mendapatkan pencerahan tentang bagaimana menjalankan bisnis yang benar dan efektif dari kenalannya tersebut. Tertarik akan ilmu bisnis dan manajemen yang selama ini tidak pernah diketahuinya, Jono tertarik untuk dimentoring oleh pelatih bisnis tersebut pada 2011, agar bisnisnya dapat lebih berkembang lagi.
Gayung pun bersambut, pelatih bisnis yang biasa disebut business coach itu bersedia untuk membimbing Jono agar dapat mencapai impiannya di bisnis. Jono bersedia untuk menginvestasikan uang dan waktunya untuk dibimbing seorang pelatih bisnis 2 sesi dalam sebulan, sesi-sesi coaching atau bimbingan diikuti oleh Jono dengan antusias dan langsung menerapkannya dibisnis. Beberapa bulan setelah mengikuti bimbingan bisnis, Jono baru mengetahui pentingnya pendelegasian di dalam bisnisnya.
Kini Jono sudah memiliki 4 cabang bisnis restoran bakso dan mie ayam, dan memiliki 25 orang karyawan. Dengan omset rata-rata sebesar Rp 15 juta/hari. Jono menargetkan akan menambah dua cabang baru setiap tahunnya, bahkan tahun lalu bisnisnya sudah diwaralabakan dan banyak peminat yang ingin bermitra bisnis dengannya. Jono adalah contoh pebisnis sukses yang tidak pernah menyerah ketika menghadapi kegagalan demi kegagalan. Kunci suksesnya adalah kerja keras dan kerja cerdas, persistensi, mau belajar dari ahlinya dan berdoa pada Allah yang tidak pernah terputus.
Semoga kisah nyata pebisnis sukses ini dapat menginspirasi anda.
Baca juga: