Selama lingkungannya mendukung bisnis online di Indonesia bisa mencapai US$ 200 miliar di 2020. Salah satu faktor yang akan menentukan kesuburan bisnis online adalah kemudahan melakukan pembayaran.
Tidak sulit untuk membayangkan seberapa mengkilap prospek bisnis online di sini. Kementrian Komunikasi dan Informatika memproyeksikan nilai e-commerce di sini pada 2020 bisa mencapai US$ 200 miliar. Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp 10.000 per US$ 1 saja, nilai itu setara dengan Rp 2.000 triliun. Menteri Komunikasi dan Informatika menyebut, proyeksi itu terbillang realistis. Yang menjadi model adalah pertumbuhan e-commerce di China yang tahun lalu nilainya sudah US$ 436 miliar.
Nilai e-commerce di sini tahun lalu baru US$ 12 miliar, atau setara dengan Rp 120 triliun, jika menggunakan kurs US$ 1 sekitar Rp 10.000. Memang, jika dibandingkan dengan nilai konvesional, angka belanja online masih mini, cuma 0,6%.
Di negara-negara yang memiliki e-commerce lebih semarak, seperti Amerika Serikat atau China, nilai belanja online sudah setara dengan 10% dari total belanja ritel konvensional. Jelas, belanja online di sini masih punya ruang untuk tumbuh.
Memang, untuk menumbuhkan belanja online, Indonesia butuh, dalam bahasa ahli telekomunikasi sekarang, environment. Seberapa besar kemungkinan environment untuk e-commerce membaik? Jika melihat angka kepemilikan ponsel dan pengguna internet, kita patut berbesar hati karena angkanya terus meningkat.
Pengguna internet aktif di negeri kita disebut sudah nyaris mencapai 100 juta. Sedang jumlah nomor ponsel yang aktif saat ini berada di kisaran 150 jutaan. Tingkat pertumbuhan kepemilikan smartphone yang kini lazim digunakan untuk mengakses internet pun terbilang tinggi, 50% per tahun.
Kendala Belanja Online
Sayangnya, masih ada faktor lingkungan lain yang menghambat suburnya pertumbuhan e-commerce di sini. Yang paling mudah terlihat adalah infrastruktur broadband yang masih terbatas. Padahal, pita lebar memainkan peran penting dalam koneksi internet.
Faktor lingkungan lain yang bisa menghambat jagad niaga internet adalah belum adanya budaya membayar transaksi secara digital. Banyak yang bisa disebut sebagai penyebab, termasuk keterbatasan infrastruktur broadband tadi.
Karena jalur pita lebar yang tersedia masih terbatas, jumlah merchant yang bisa memanfaatkan sistim pembayaran digital juga terbatas. Ujung-ujungnya, pembeli online yang bisa memanfaatkan sistem pembayaran online masih terbatas.
Pengamat industri telekomunikasi menyebut ada dua kekurangan dalam lingkungan e-commerce yang tekait dengan pembayaran. Masing-masing adalah belum terintegrasinya sistim pembayaran serta nilai pembayaran secara online yang terbatas. Situasi itu diperburuk dengan aturan Bank Indonesia yang terlalu kaku.
Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Bisnis Jualan Online Melalui Media Sosial
Pilihan Pemasaran Produk
Untuk mendapat gambaran tentang seberapa pentingnya transaksi pembayaran bagi perdagangan online, ada baiknya kita melihat situasi yang kini umum terjadi. Mereka yang hendak menjadi pebisnis di jagad maya saat ini punya, sedikitnya, tiga pilihan untuk memasarkan produknya. Mereka bisa memasang iklan di berbagai forum atau situs dassified ads, situs sosial media ataupun aplikasi messenger. Dengan cara ini, praktis si pebisnis melakukan usaha secara konvensional. Istilah online di sini sebatas memanfaatkan situs internet sebagai media iklan bagi produk atau jasanya. Beriklan di situs internet ini kemungkinan akan menjadi tahap pertama yang ditempuh pebisnis skala kecil yang ingin menjajal manisnya e-commerce.
Nah, dalam gaya berdagang jenis ini, tentu si penjual yang harus menentukan metode pembayaran dan pengiriman barang. Yang paling lazim, si penjual akan meminta pembeli mentransfer uang terlebih dahulu ke rekeningnya.
Setelah si pembeli menyerahkan bukti pembayaran, bisa melalui program messenger atau e-mail, baru si penjual akan mengirimkan barang. Di skema ini, kita melihat penjual, apalagi pembeli, rawan tertipu. Si penjual bisa saja tertipu oleh bukti transfer palsu. Sebaliknya, pembeli juga mungkin dikelabui oleh mereka yang hanya ingin mengantongi duit, alias menipu.
Karena banyaknya penipuan itulah, berbagai forum jual beli menawarkan rekening bersama. Penggunaan joint account ini bisa meminimalisir kemungkinan saling menipu karena uang baru bisa dicairkan apabila sudah ada persetujuan dari pembeli maupun penjual. Adapun pelaksana pencairan rekening itu biasanya pihak ketiga, seperti moderator forum.
Gaya kedua bisnis online yang bisa ditempuh adalah bergabung dengan mal online atau marketplace yang booming tiga tahun terakhir. Saat ini, banyak mal online yang menerima pasokan dari pihak ketiga, seperti grup Lazada, Blibli dan Berrybenka. Di model ini, si pebisnis tak ubahnya pemasok dalam bisnis konvensional. Saat memasok ke mal-mal tersebut, tidak akan ribet mengurus penagihan dari calon pembeli.
Sistem pembayaran toko online memang dipegang oleh si pemilik toko itu sendiri. Dan biasanya si pemilik toko akan mengunakan jasa penyedia payment gateway. Model bisnis online yang memanfaatkan market place juga setali tiga uang. Pengelola market place lah yang menentukan sistim pembayaran yang digunakan. Pemasok ataupun pembeli, ya tinggal memanfaatkan sesuai dengan seleranya.
Syarat yang diminta pengelola marketplace sangatlah sederhana. Setiap merchant, diminta memiliki rekening pribadi di salah satu bank yang termasuk dalam daftar pengelola marketplace. Setelah si pembeli menuntaskan pembayaran, maka penjual akan mendapatkan notifikasi tentang adanya pesanan. Setelah memastikan stok tersedia, penjual melakukan packing dan mengirimkan barang pesanan melalui jasa pengiriman barang. Resi pengiriman itu harus dimasukkan lagi ke sistim yang disediakan pengelola marketplace. Setelah itu, penjual tinggal menunggu pembeli melakukan konfirmasi penerimaan barang. Nah, saat konfirmasi itu terlaksana, pengelola marketplace akan meneruskan uang yang telah ia collect dari pembeli ke akun penjual. Penjual bisa mencairkan uang di saldo akunnya setiap saat ke rekeninga banknya.
Baca juga: Hal / Faktor Apa Yang Menjadi Pertimbangan Jasa Pengiriman Barang Dalam Bisnis Online?
Pilihan ketiga untuk berbisnis di jagad online adalah mengoperasikan sendiri website. Ini biasanya dipilih oleh pebisnis UMKM yang sudah punya jam terbang tinggi di e-commerce dengan modal tebal juga biasanya memilih cara ini.
Baca juga: Bagaimana Strategi / Kiat Menentukan Jenis Bisnis Toko Online?
Nah, dengan mendirikan website sendiri, barulah si pebisnis online harus memutar otak memilih metode pembayaran yang bisa ia tawarkan. Cara paling gampang, akhirnya kembali lagi ke gaya pembayaran offline, seperti yang dipilih oleh banyak pebisnis online di forum jual beli maupun situs media sosial. Apakah mungkin menjalin kerjasama dengan bank hingga bisa menawarkan fasiitas pembayaran seperti yang ditawarkan oleh penyedia marketplace atau toko online? Di atas kertas, itu mungkin saja terjadi.
Pertimbangan bank untuk tidak mengobral fasilitas pemrosesan pembayaran ke pengelola toko online merupakan bentuk kehati-hatian menjaga data. Karena kemampuan memproses pembayaran, katakan melalui rekening bank, atau kartu kredit, berarti kemampuan mengakses berbagai data rekening atau kartu kredit itu tadi.
Tapi pebisnis UKMK jangan terburu berkecil hati dulu. Mereka masih punya kesempatan untuk menawarkan layanan pembayaran online layaknya marketplace dengan memanfaaatkan jasa para penyedia payment gateway. Saat ini, semakin banyak penyedia payment gateway yang menyasar pebisnis UMKM sebagai klien mereka. Yang menarik lagi, layanan yang ditawarkan untuk UMKM ini juga menyediakan berbagai pilihan alat bayar.
Baca juga: