Kisah Sukses Dian Sudaryanto Berbisnis Apparel Sepak Bola

Sepak bola adalah olahraga yang punya banyak penggemar di seluruh dunia. Karenanya bisnis seputar pernak pernik sepak bola niscaya meraup cuan.

Kegemaran dengan sepak bola ini juga menjangkiti Dian Sudaryanto. Lelaki kelahiran 28 September, 30 tahun lalu ini gandrung dengan segala pernak pernik bola, termasuk kostum para pemain bola.

Dibarengi dengan hobi menggambar, Dian suka membikin kostum sepak bola, sejak remaja. “Saya gambar sendiri pakai karton, kasih nama anak-anak yang pesan, terus saya jual,” kata Dian.

Dian mengawali usaha berdagang baju bekas yang ia beli dari bilangan Poncol Pasar Senen, Jakarta Pusat. Pengidola Bob Sadino ini sempat pilih kerja kantoran tapi tak betah.

Suatu saat ia melihat teman adiknya jualan baju bola lokal disekitar Pemda Cibinong tiap akhir pekan. Ia kaget lantaran penghasilan dari jualan tak jauh beda dengan yang ia terima sebagai karyawan.

Kisah Sukses Dian Sudaryanto Berbisnis Apparel Sepak Bola

Dari situ ia mencoba jualan baju bola bermodal uang pinjamann Rp 5 juta. Jualan inilah yang mengasah ilmu berdagang Dian. Ia juga mulai mengenal berbagai jenis bahan jersey atawa kostum bola. Lalu pada 2010 Dian mulai melirik jersey KW atau tiruan asal Thailand.

Dari sana, Dian mengenal salah satu rekan yang mengimpor langsung dari Bangkok. Dian pun diajak mengunjungi basis produksi jersey di Bangkok, dan pemasok bahan. Belum lama berdagang, Dian harus menelan pil pahit akibat gempuran produk jersey asal China. Dengan kualitas lebih bagus produk asal negeri tirai bambu itu dijual lebih murah Rp 50.000 – Rp 10.000. Alhasil, produk buatan Thailan yang dijual Dian kalah bersaing.

Tahun 2013, bisnis Dian diambang kehancuran. Beruntung klub bola asal Bogor, Persikabo akan tanding di semi final di Solo. “Mereka butuh 120 potong baju dan minta waktu empat hari,” katanya.

Tanpa pikir panjang ia menyanggupi. Lalu keesokan harinya Dian pergi ke Bangkok untuk membeli bahan membuat logo di baju bola Persikabo. “Pagi berangkat, malam jam 9 kembali terbang ke Jakarta,” katanya. Keesokan paginya dia gerilya cari tukang jahit. Beruntung Dian punya mertua veteran konveksi dan punya koneksi ke beberapa tukang jahit.

Di hari ketiga, suami dari Risa Puspitasari ini mulai memproduksi hingga pesanan kelar. “Klub Persikabo berangkat jam 4 sore, kostumnya saya antar jam 7 pagi,” kenang Dian.

Pesanan baju dari Persikabo menjadi titik balik usaha Dian. Dia pun mantap menggunakan nama MBB alias Maniak Baju Bola sebagai merek dagang.

Order dari Rusia

Sejak itu, MBB mulai dikenal. Pesanan pun mengalir dari beberapa klub kecil dan tim futsal kampus, sekolah dan kantor.

Tapi, tak ada kesuksesan tanpa cobaan. Dian sempat mengalami kerugian Rp 12 juta karena tertipu vendor penjahit membawa kabur uang dan kostum. Karena itulah pada 2014, MBB memproduksi sendiri.

Meski punya mesin produksi sendiri, MBB sempat rugi hingga Rp 560 juta akibat pembekuan PSSI beberapa waktu lalu. Agar usaha tetap bertahan, Dian menjual mobil pribadinya.

Keberuntungan kembali memihak saat klub Madura United menghubungi MBB untuk memesan kostum. Nilai kontraknya mencapai Rp 600 juta.

Uang tersebut dia gunakan untuk membeli dua mesin produksi baru dan mengganti satu mesin lawasnya. “Waktu itu beli mesin total habis Rp 440 juta, sisanya untuk beli bahan dan operasional,” kata Dian.

Kini MBB melayani lebih dari enam klub. Beberapa diantaranya klub liga super Indonesia. MBB juga menjalin kerjasama dengan tujuh klub asal di Liga Suriah. Tiap klub memesan 1.000 sampai 7.000 potonga kostum dengan nilai kontrak ratusan juta rupiah per musim.

Dalam waktu dekat, MBB juga akan meneken kontrak dengan klub di liga Rusia dan Swedia. Selain melayani klub, MBB juga menerima pesanan dari klub kecil di kampus dan sekolah. Harganya mulai dari Rp 150.000. Biasanya klub kecil cuma memesan lusinan.

Tahun 2017, MBB berencana melebarkan sayap bisnis dengan menjalin mitra di 10 kota. Dengan modal Rp 25 juta, mitra ini bisa membuka gerai MBB Apparel untuk menjual produk ritel MBB. Mereka juga bisa menerima pesanan dari daerahnya masing-masing dan dapat fee Rp 30.000 per potong.

Hal ini Dian lakukan agar MBB bisa fokus pada produksi dan pengembangan bisnis. Sebab, kini Dian mulai kewalahan menghadapi pesanan. “Tiap hari ada ratusan chat, mau pakai admin berapa orang juga tetap kewalahan, kalau nanti sudah ada store di masing-masing kota mereka saya arahkan untuk pesan lewat sana, MBB di Bogor fokus menggarap pesanan saja,” kata Dian.

Baca juga:

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.